1. Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien lahir di Aceh pada tahun 1848 dan dikenal sebagai seorang pejuang yang gigih dalam melawan penjajah Belanda. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang sangat religius dan patriotik.
Setelah suaminya, Teuku Umar, gugur dalam pertempuran, Cut Nyak Dien mengambil alih komando dan memimpin pasukan Aceh dalam perlawanan gerilya. Keteguhan hatinya untuk terus berjuang, meskipun usia dan kesehatannya semakin menurun, menjadikan Cut Nyak Dien sebagai simbol keberanian dan keteguhan rakyat Aceh dalam melawan penjajahan. Keteguhan dan strategi militernya membuatnya disegani oleh pasukan Belanda, meskipun akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, di mana ia meninggal dunia.
2. Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia lahir di Keureutoe, Aceh Utara, pada tahun 1870. Seperti Cut Nyak Dien, ia juga berasal dari keluarga bangsawan dan dikenal karena keberaniannya dalam melawan penjajah.
Setelah suaminya, Teuku Tjik Tunong, dieksekusi oleh Belanda, Cut Nyak Meutia melanjutkan perlawanan bersama suami keduanya, Pang Nanggroe. Ia dikenal sebagai pemimpin perempuan yang tangguh dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Ia memimpin pasukan gerilya melawan Belanda dan melakukan serangkaian serangan untuk mengganggu kekuasaan kolonial.
Keberanian dan keteguhannya menjadikannya salah satu ikon perlawanan perempuan di Aceh. Meskipun akhirnya gugur dalam pertempuran pada tahun 1910, semangat juangnya terus dikenang sebagai inspirasi bagi generasi berikutnya.
3. Sultanah Safiatuddin
Sultanah Safiatuddin, yang lahir dengan nama Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam, adalah putri dari Sultan Iskandar Muda yang menjadi sultan perempuan pertama di Kesultanan Aceh, memerintah dari tahun 1641 hingga 1675.
Sultanah Safiatuddin memimpin Aceh di tengah ancaman kolonialisme dan berhasil mempertahankan kedaulatan kerajaannya. Di bawah kepemimpinannya, Aceh tetap menjadi kekuatan maritim dan posisinya sebagai pusat perdagangan penting di Asia Tenggara.
Ia juga mendorong perkembangan pendidikan serta memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat Aceh. Ia dikenal sebagai pemimpin yang cerdas dan bijaksana, yang mampu menjaga stabilitas kerajaan dan memperkuat hubungan diplomatik dengan kekuatan asing, termasuk Kesultanan Ottoman dan Kesultanan Mughal.
4. Raden Adjeng Kartini
Raden Adjeng Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, dan dikenal sebagai pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Ia berasal dari keluarga bangsawan Jawa dan dikenal karena pemikirannya yang progresif tentang hak-hak perempuan.
Kartini memperjuangkan pendidikan dan kesetaraan bagi perempuan melalui tulisan-tulisan dan surat-suratnya. Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang merupakan kumpulan surat-suratnya, menjadi tonggak penting dalam gerakan perempuan di Indonesia. Kartini dianggap sebagai pelopor kesadaran perempuan akan pentingnya pendidikan dan kebebasan berpikir. Meski hidupnya singkat, pengaruhnya terus dirasakan hingga kini.
5. Opu Daeng Risaju
Opu Daeng Risaju, lahir dengan nama asli Famajjah, adalah seorang pejuang kemerdekaan dari Sulawesi Selatan. Ia lahir di Palopo dan dikenal sebagai seorang ulama perempuan yang tegas.
Opu Daeng Risaju aktif dalam organisasi Islam dan terlibat dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda. Ia menjadi anggota Sarekat Islam dan kemudian bergabung dengan Partai Masyumi. Selama masa pendudukan Jepang dan Belanda, ia berkali-kali dipenjara karena aktivitas politiknya.
Setelah kemerdekaan, ia tetap aktif dalam perjuangan melawan kebijakan kolonial yang masih diterapkan oleh Belanda di Indonesia. Dedikasinya dalam perjuangan menjadikan Opu Daeng Risaju sebagai salah satu pahlawan yang dihormati di Sulawesi Selatan.
6. Rasuna Said
Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Agam, Sumatera Barat, dan dikenal sebagai seorang orator ulung serta aktivis yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan kemerdekaan Indonesia.
Rasuna Said adalah salah satu tokoh penting dalam gerakan nasionalis Indonesia dan aktif dalam organisasi seperti Sarekat Rakyat dan Permi (Persatuan Muslimin Indonesia). Ia dikenal karena pidato-pidatonya yang penuh semangat, mengkritik keras penjajah dan menuntut kesetaraan hak bagi perempuan.
Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan tetap vokal dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dan perempuan. Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan utama di Jakarta sebagai penghormatan atas jasanya.
7. Laksamana Malahayati
Laksamana Malahayati, atau Keumalahayati, adalah seorang laksamana perempuan dari Kesultanan Aceh yang hidup pada akhir abad ke-16. Ia dikenal sebagai laksamana perempuan pertama di dunia.
Malahayati memimpin armada laut Aceh melawan penjajah Portugis dan Belanda. Ia mendirikan armada khusus yang terdiri dari janda-janda pejuang (Inong Balee) dan berhasil memimpin serangan yang menewaskan Cornelis de Houtman, seorang komandan Belanda. Keberaniannya membuatnya dihormati dan diakui sebagai salah satu pemimpin militer terbesar dalam sejarah Indonesia.
8. Siti Walidah